Sunday, January 4, 2015

Kerukunan Umat Beragama Dalam Tinjauan Agama Buddha
Pengertian Kerukunan Umat Beragama
Kerukunan merupakan kebutuhan bersama yang tidak dapat dihindarkan di tengah perbedaan yang ada bukan merupakan penghalang untuk hidup rukun dan berdampingan dalam bingkai persaudaraan dan persatuan. Hal ini dapat  mewujudkan suatu kedamaian untuk mensejahteraan umat yang beranekaragam sebagai penopang. Kerukunan umat bragama ialah hubungan sesama umat beragama yang dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling menghormati, saling menghargai dalam kesetaraan pengamalan ajaran agamanya, dan kerja sama dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Kehidupan masyarakat di muka bumi nusantara ini yang serba ganda baik dalam kepercayaan, kebudayaan, pola hidup sosial beragama adalah suatu tantangan dalam kehidupan generasi penerus.
Agama, kepercayaan, dan keyakinan yang berbeda-beda ahkirnya berkembang dan melahirkan keanekaragaman yang luas dan berharga. Dalam suatu agama mempunyai hari-hari besarnya masing-masing seperti pada hari raya Idul Fitri umat muslim banyak yang melaksanakan sholat Idul Fitri di mesjid-mesjid, umat kristiani dimalam Natal mengumandangkan lagu-lagu rohani di gereja-gereja, umat Hidup merayakan Nyepi, Galungan, Kuningan di Pura dan umat Buddha memperingati hari Waisak. Hal ini agama memiliki sistem yang sepenuhnya tertata sebagai organisasi menyangkut semangat kepercayaaan, pemikiran, intuisi, upacara, dan organisasi rohaniwan. Tidak ada agama yang diatur sebagai organisasi, kecuali mungkin pada kasus agama Islam yang baru belakangan ini muncul yang merupakan agama dunia termuda.
Pemeliharaan kerukunan umat beragama baik di tingkat Daerah, Provinsi, maupun Negara pusat telah mengeluarkan pedoman-pedoman penyiaran agama serta memfasilitasi bagi kalangan agam untuk mengadakan dialoq dan kerjasama. Departemen Agama telah mendirikan forum-forum beranggota dengan fungsi sebagai jembatan antar umat beragama. Forum-forum itu adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persatuan Gereja Indonesia (PGI), Konferensi Wali Gereja Indonesia (PHDI) Dan Perwakilan Uamat Buddha Indonesia (WALUBI). Melalui forum-forum ini diharapkan agama bertindak sebagai kekuatan pemersatu bagi para pemeluk agama masing-masing.
Penyebab Terjadinya Kendala-Kendala Kerukunan Umat Beragama
Sejarah ini menjadikan tantangan bagi generasi sekarang untuk memahami dan menghargai kekayaan nilai suatu bangsa. hal ini menuntut untuk saling bertukar pikiran tentang keyakinan dan keimanan agama lain, untuk memperluas cakrawala pandangan memahami agama dan keyakinan sendiri untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama. Pada kenyataannya, intoleransi saat ini masih digunakan dalam nama agama. Orang semata-mata membicarakan agama dan menyediakan jalan pintas menuju surga, mereka tidak tertarik untuk melakukannya. Sebagai contoh di Ciketing Bekasi terjadi karena warga menolak ada rumah ibadah agama lain dilingkungannya, apabila ada jemaat yang kukuh beribadah diareal gereja diusir oleh warga setempat. Berbagai macam kendala seperti itu yang sering di hadapi dalam mensukseskan kerukunan antar umat beragama di Indonesia, dari luar maupun dalam negeri kita sendiri.
Kendala-Kendala Kerukunan Antar Umat Beragama
1.      Rendahnya Sikap Toleransi
sikap toleransi malas-malasan baik pihak yang berbeda keyakinan/agama sama-sama menjaga jarak satu sama lain . Masing-masing agama mengakui kebenaran agama lain, tetapi kemudian membiarkan satu sama lain bertindak dengan cara yang memuaskan masing-masing pihak. Yang terjadi hanyalah perjumpaan tak langsung bukan perjumpaan sesungguhnya. Sehingga dapat menimbulkan sikap kecurigaan diantara beberapa pihak yang berbeda agama, maka akan timbullah yang dinamakan konflik.
2.      Kepentingan Politik
Faktor Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala dalam mncapai tujuan sebuah kerukunan anta umat beragama. Agama yang susah payah akibat munculnya kekacauan politik yang ikut memengaruhi hubungan antaragama dengan alasan politik seringkali menunggangi agama dan memanfaatkannya.
3.      Sikap Fanatisme
Dalam memeluk sebuah agama banyak yang memilki pandangan berbeda-beda sehingga mengakibatkan timbulnya sikap fanatisme yang berelebihan. Hal ini apabila berpandangan agamanya lah yang paling benar dalam menuju pembebasan maka interaksi antar umat beragama akan terjadi suatu perpecahan.
Upaya Mewujudkan Kerukunan Umat Beragama
Pada umumnya agama berkenaan dengan hubungan antara manusia dengan Tuhan, tetapi ajaranya membutuhkan implementasi dan pratek dalam hubungan antar manusia agar memperoleh manfaat. Upaya yang dapat ditempuh oleh umat Buddha dalam rangka menuju terciptanya dan kelestariaan kerukunan hidup beragama adalah dengan meningkatkan kehidupan yang bermoral, etika bangsa yang baik dalam agama Buddha disebut sila. Sila merupakan ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Ajaran Buddha meningkatkan rasa toleransi dalam diri orang dengan tetap terbebas dari kesempitan dan fanatisme agama serta bangsa. Ajaran Buddha menumbuhkan rasa percaya diri dengan mengajarkan bahwa seluruh nasib manusia ada dalam tangan kita sendiri. Bahwa diri kita sendiri yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan kekuatan dan penglihatan untuk mencapai tujuan tertinggi.
Dalam keberagaman perspektif agama-agama yang berbeda memungkinkan untuk dapat memahami secara tepat kepercayaan antara umat beragama. Kepercayaan itu terletak pada ajaran masing-masing seperti umat Kristen hidup dengan khotbah di Bukit, umat Buddha mengikuti Jalan Mulia Berunsur Delapan, umat Islam benar-benar  mengikuti konsep persaudaraan, dan jika umat Hindu membentuk hidupnya dalam Kesatuan, pasti ada kedamaian dan harmoni di dunia ini. Di balik semua ajaran yang tak ternilai dari guru-guru besar, orang masih belum menyadari nilai toleransi. Sikap intoleransi, fanatisme, kepentingan politik yang dilakukan dalam nama agama itu hal yang paling memalukan dan tercela. Kerukunan akan bisa dicapai apabila setiap golongan agama memiliki prinsip setuju dalam perbedaan. Setuju dalam perbedaan berarti orang yang mau menerima dan menghormati orang lain dengan seluruh aspirasi, kepercayaan, keyakinan, kebiasaan dan pola hidupnya, menerima dan menghormati orang lain dengan kebebasannya untuk menganut keyakinan agamanya sendiri


Misionaris Buddhis
Pandangan Buddha tidaklah selalu berlomba dengan umat agama lain dalam mengubah orang lain yang berada diluar sana. Tidak ada misionaris biarawan Buddha yang mengkotbahkan dengan pikiran yang buruk, niat buruk terhadap orang yang tidak percaya, bertujuan merusak kerukunan dan kesejahteraan masyarakat. Agresi tidak pernah disetujui dalam ajaran Buddha. Dunia telah berdarah, menangis dan cukup menderita akan penyakit dogmatis, fanatisme agama dan intoleransi baik agama maupun politik, orang dengan sengaja membawa manusia untuk menerima jalan hidup mereka sendiri. Terkadang menimbulkan permusuhan yang tiada berakhir.
Ajaran Buddha tidak bertentangan dengan tradisi dan adat nasional, seni dan budaya maupun kehidupan yang rukun dan damai, namun sebagai Buddhisme adalah suatu jalan hidup yang saling berdampingan. Pesan Buddha tentang cinta kasih dan belas kasih dalam membuka hati manusia untuk dapat menerima kebenaran. Misionaris Buddha telah diundangkan dunia menyambutnya dengan penuh rasa hormat, dimana Buddhisme tidak pernah ada pertumpahan darah dan maupun melalui pengaruh penjajahan atau kekuasaan politik lainya. Buddhisme merupakan kekuatan spiritual yang mampu mempererat sejumlah perbedaan ras, budaya, bahasa dan moral namun bertujuan bagaimana agar setiap manusia maupun mahluk lainya memiliki lebih banyak kedamaian, kerukunan dalam kebersamaan dan kebahagiaan melalui praktek dhamma.
Kaisar Asoka adalah contoh yang baik dari kualitas dan pendekatan misionaris Buddhis. Pada masa Kaisar Asoka, ajaran Buddha menyebar ke banyak negara Asia dan Barat. Kaisar Asoka mengutus misionaris Buddhis keberbagai belahan dunia untuk memperkenalkan pesan Sang Buddha akan kedamaian. Asoka menghormati dan mendukung setiap agama pada masa itu, pengertiannya terhadap agama lain sungguh mengesankan. Umat Buddha berbahagia melihat kemajuan agama lain sepanjang mereka benar-benar menolong orang lain untuk menjalani kehidupan yang religius, menurut keyakinan mereka serta menikmati kedamaian dan kesejahteraan, bersama-sama saling hidup berdampingan yang harmonis dalam setiap perbedaan menuju kebahagiaan.

No comments:

Post a Comment