Kerukunan
Umat Beragama Dalam Tinjauan Agama Buddha
Pengertian Kerukunan Umat Beragama
Kerukunan
merupakan kebutuhan bersama yang tidak dapat dihindarkan di tengah perbedaan
yang ada bukan merupakan penghalang untuk hidup rukun dan berdampingan dalam
bingkai persaudaraan dan persatuan. Hal ini dapat mewujudkan suatu kedamaian untuk mensejahteraan
umat yang beranekaragam sebagai penopang. Kerukunan umat bragama ialah hubungan
sesama umat beragama yang dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling
menghormati, saling menghargai dalam kesetaraan pengamalan ajaran agamanya, dan
kerja sama dalam kehidupan masyarakat dan bernegara. Kehidupan masyarakat di
muka bumi nusantara ini yang serba ganda baik dalam kepercayaan, kebudayaan,
pola hidup sosial beragama adalah suatu tantangan dalam kehidupan generasi
penerus.
Agama,
kepercayaan, dan keyakinan yang berbeda-beda ahkirnya berkembang dan melahirkan
keanekaragaman yang luas dan berharga. Dalam suatu agama mempunyai hari-hari
besarnya masing-masing seperti pada hari raya Idul Fitri umat muslim banyak
yang melaksanakan sholat Idul Fitri di mesjid-mesjid, umat kristiani dimalam
Natal mengumandangkan lagu-lagu rohani di gereja-gereja, umat Hidup merayakan
Nyepi, Galungan, Kuningan di Pura dan umat Buddha memperingati hari Waisak. Hal
ini agama memiliki sistem yang sepenuhnya tertata sebagai organisasi menyangkut
semangat kepercayaaan, pemikiran, intuisi, upacara, dan organisasi rohaniwan.
Tidak ada agama yang diatur sebagai organisasi, kecuali mungkin pada kasus
agama Islam yang baru belakangan ini muncul yang merupakan agama dunia termuda.
Pemeliharaan
kerukunan umat beragama baik di tingkat Daerah, Provinsi, maupun Negara pusat telah
mengeluarkan pedoman-pedoman penyiaran agama serta memfasilitasi bagi kalangan
agam untuk mengadakan dialoq dan kerjasama. Departemen Agama telah mendirikan
forum-forum beranggota dengan fungsi sebagai jembatan antar umat beragama.
Forum-forum itu adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Persatuan Gereja
Indonesia (PGI), Konferensi Wali Gereja Indonesia (PHDI) Dan Perwakilan Uamat
Buddha Indonesia (WALUBI). Melalui forum-forum ini diharapkan agama bertindak
sebagai kekuatan pemersatu bagi para pemeluk agama masing-masing.
Penyebab Terjadinya
Kendala-Kendala Kerukunan Umat Beragama
Sejarah ini menjadikan tantangan bagi
generasi sekarang untuk memahami dan menghargai kekayaan nilai suatu bangsa.
hal ini menuntut untuk saling bertukar pikiran tentang keyakinan dan keimanan
agama lain, untuk memperluas cakrawala pandangan memahami agama dan keyakinan
sendiri untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama. Pada kenyataannya,
intoleransi saat ini masih digunakan dalam nama agama. Orang semata-mata
membicarakan agama dan menyediakan jalan pintas menuju surga, mereka tidak
tertarik untuk melakukannya. Sebagai contoh di Ciketing Bekasi terjadi karena
warga menolak ada rumah ibadah agama lain dilingkungannya, apabila ada jemaat
yang kukuh beribadah diareal gereja diusir oleh warga setempat. Berbagai macam
kendala seperti itu yang sering di hadapi dalam mensukseskan kerukunan antar
umat beragama di Indonesia, dari luar maupun dalam negeri kita sendiri.
Kendala-Kendala Kerukunan Antar
Umat Beragama
1. Rendahnya Sikap Toleransi
sikap toleransi malas-malasan baik pihak yang berbeda keyakinan/agama
sama-sama menjaga jarak satu sama lain . Masing-masing agama mengakui kebenaran
agama lain, tetapi kemudian membiarkan satu sama lain bertindak dengan cara
yang memuaskan masing-masing pihak. Yang terjadi hanyalah perjumpaan tak
langsung bukan perjumpaan sesungguhnya. Sehingga dapat menimbulkan sikap
kecurigaan diantara beberapa pihak yang berbeda agama, maka akan timbullah yang
dinamakan konflik.
2.
Kepentingan Politik
Faktor
Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala dalam
mncapai tujuan sebuah kerukunan anta umat beragama. Agama yang susah payah
akibat munculnya kekacauan politik yang ikut memengaruhi hubungan antaragama
dengan alasan politik seringkali menunggangi agama dan memanfaatkannya.
3.
Sikap Fanatisme
Dalam
memeluk sebuah agama banyak yang memilki pandangan berbeda-beda sehingga
mengakibatkan timbulnya sikap fanatisme yang berelebihan. Hal ini apabila
berpandangan agamanya lah yang paling benar dalam menuju pembebasan maka
interaksi antar umat beragama akan terjadi suatu perpecahan.
Upaya Mewujudkan
Kerukunan Umat Beragama
Pada umumnya agama
berkenaan dengan hubungan antara manusia dengan Tuhan, tetapi ajaranya
membutuhkan implementasi dan pratek dalam hubungan antar manusia agar
memperoleh manfaat. Upaya yang dapat ditempuh oleh umat Buddha dalam rangka
menuju terciptanya dan kelestariaan kerukunan hidup beragama adalah dengan
meningkatkan kehidupan yang bermoral, etika bangsa yang baik dalam agama Buddha
disebut sila. Sila merupakan ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang
menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Ajaran Buddha meningkatkan rasa
toleransi dalam diri orang dengan tetap terbebas dari kesempitan dan fanatisme
agama serta bangsa. Ajaran Buddha menumbuhkan rasa percaya diri dengan
mengajarkan bahwa seluruh nasib manusia ada dalam tangan kita sendiri. Bahwa
diri kita sendiri yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan kekuatan dan
penglihatan untuk mencapai tujuan tertinggi.
Dalam keberagaman perspektif agama-agama
yang berbeda memungkinkan untuk dapat memahami secara tepat kepercayaan antara
umat beragama. Kepercayaan itu terletak pada ajaran masing-masing seperti umat
Kristen hidup dengan khotbah di Bukit, umat Buddha mengikuti Jalan Mulia
Berunsur Delapan, umat Islam benar-benar
mengikuti konsep persaudaraan, dan jika umat Hindu membentuk hidupnya dalam
Kesatuan, pasti ada kedamaian dan harmoni di dunia ini. Di balik semua ajaran
yang tak ternilai dari guru-guru besar, orang masih belum menyadari nilai
toleransi. Sikap intoleransi, fanatisme, kepentingan politik yang dilakukan
dalam nama agama itu hal yang paling memalukan dan tercela. Kerukunan akan bisa
dicapai apabila setiap golongan agama memiliki prinsip setuju dalam perbedaan.
Setuju dalam perbedaan berarti orang yang mau menerima dan menghormati orang
lain dengan seluruh aspirasi, kepercayaan, keyakinan, kebiasaan dan pola
hidupnya, menerima dan menghormati orang lain dengan kebebasannya untuk
menganut keyakinan agamanya sendiri
Misionaris Buddhis
Pandangan Buddha
tidaklah selalu berlomba dengan umat agama lain dalam mengubah orang lain yang
berada diluar sana. Tidak ada misionaris biarawan Buddha yang mengkotbahkan
dengan pikiran yang buruk, niat buruk terhadap orang yang tidak percaya,
bertujuan merusak kerukunan dan kesejahteraan masyarakat. Agresi tidak pernah
disetujui dalam ajaran Buddha. Dunia telah berdarah, menangis dan cukup
menderita akan penyakit dogmatis, fanatisme agama dan intoleransi baik agama
maupun politik, orang dengan sengaja membawa manusia untuk menerima jalan hidup
mereka sendiri. Terkadang menimbulkan permusuhan yang tiada berakhir.
Ajaran Buddha tidak
bertentangan dengan tradisi dan adat nasional, seni dan budaya maupun kehidupan
yang rukun dan damai, namun sebagai Buddhisme adalah suatu jalan hidup yang
saling berdampingan. Pesan Buddha tentang cinta kasih dan belas kasih dalam
membuka hati manusia untuk dapat menerima kebenaran. Misionaris Buddha telah
diundangkan dunia menyambutnya dengan penuh rasa hormat, dimana Buddhisme tidak
pernah ada pertumpahan darah dan maupun melalui pengaruh penjajahan atau
kekuasaan politik lainya. Buddhisme merupakan kekuatan spiritual yang mampu
mempererat sejumlah perbedaan ras, budaya, bahasa dan moral namun bertujuan
bagaimana agar setiap manusia maupun mahluk lainya memiliki lebih banyak
kedamaian, kerukunan dalam kebersamaan dan kebahagiaan melalui praktek dhamma.
Kaisar
Asoka adalah contoh yang baik dari kualitas dan pendekatan misionaris Buddhis.
Pada masa Kaisar Asoka, ajaran Buddha menyebar ke banyak negara Asia dan Barat.
Kaisar Asoka mengutus misionaris Buddhis keberbagai belahan dunia untuk
memperkenalkan pesan Sang Buddha akan kedamaian. Asoka menghormati dan
mendukung setiap agama pada masa itu, pengertiannya terhadap agama lain sungguh
mengesankan. Umat Buddha berbahagia melihat kemajuan agama lain sepanjang
mereka benar-benar menolong orang lain untuk menjalani kehidupan yang religius,
menurut keyakinan mereka serta menikmati kedamaian dan kesejahteraan,
bersama-sama saling hidup berdampingan yang harmonis dalam setiap perbedaan
menuju kebahagiaan.
No comments:
Post a Comment